Minggu, 21 Desember 2014

Saya tidak meragukan kuasa Tuhan atas nikmatnya, tetapi saya meragukan sebuah karakter yang dapat menahan kuasa atas nikmatnya

Janji-janji Tuhan yang begitu banyak dan lugas dalam kitab suci Al qur'an pastilah nyata adanya. Janji Tuhan bukanlah janji para calon legislatif dalam kampanyrnya yang belum tentu kebenarnnya. Dia juga bukanlah janji calon presiden dalam kampanyenya yang masih harus menunggu akan wujudnya, bahkan mungkin tidak terwujud. Tetapi janji Tuhan merupakan bentuk kuasanya akan kasih sayangnya terhadap manusia. 
Sungguh manusia sangatlah beruntung karena hanya kepada manusialah Tuhan menyerukan firman-firmannya sebagai sandaran dalam mengarungi samudera kehidupan. Maka nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?. Tidak, tidak ada yang terdustakan. Harusnya memang itu jawabnnya, tidak ada satupun yang tercipta dalam dunia ini yang sia-sia. 
Well.... sangatlah menarik jika jelas bahwa tidak ada yang sia-sia dalam ciptaan Tuhan, sehingga menarik manusia untuk menggunakan pikirannya, hatinya dengan sebuah kalimat pertanyaan "maka nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan?" 
Kalimat nikmat, menggambarkan bahwa segala sesuatu yang membuat bahagia itu merupakan anugerah kenikmatan. Sehingga banyak orang yang ketika dalam kondisi bahagia, dia merasakan sebuah kenikmatan yang tiada tara. Contohnya, ketika mendapatkan mobil baru mungkin, atau mendapatkan jabatan baru atau mendapatkan uang yang berlimpah dan lain sebagainya. Itu semua menjadi indikator dari sebuah anugerah nikmat bagi kebanyakan manusia. Sedangkan sebaliknya, ketika mendapatkan dirinya dalam kondisi kurangnya uang, terlilit hutang, diturunkan dari jabatannya, diberikannya sakit, atau mungkin terpisahkan dari pasangan hidupnya, manusia merasa bahwa Tuhan sedang mencabut nikmatnya, karena itu semua merupakan indikator dari sebuah musibah.
Pertanyaannya adalah apakah benar indikator dari sebuah kenikmatan tersebut di atas? Dan apakah benar indikator dari musibah di atas? Saya pribadi tidaklah pada kapasitas memberikan jawaban itu benar atau itu salah. Saya hanya mencoba berfikir dengan sebuah pernyataan yang jika itu salah, pastilah karena kesalahan dari pikiran saya. 
Saya coba mencontohkan dengan apa yang saya rasakan, ketika saya mendapatkan musibah, mungkin salah satu yang menjadi indikator tersebut pernah saya rasakan, pastilah saya dalam kondisi sedih dan bisa jadi terpuruk. Tetapi,ketika dalam kondisi sedih dan terpuruk justru merasakan sebuah perasaan dan hati yang sangat bahagia, terasa nikmat Tuhan tercurahkan atas diri ini. Sebaliknya dalam kondisi yang bahagia, misalnya mendapatkan uang yang berlimpah, waw.... senang banget, bahkan serasa tiada beban bagi jiwa ini terhadap apapun karena kebahagiaan itu, tetapi itu semua berasa sangat sebentar saja, justru ada sesuatu yang hilang diraskan oleh hati ini, yaitu ketenangan dan kedamaian, serasa nikmat hakiki telah di ambilnya kembali ole Tuhan. 
Maka sangatlah tidak ada batasan antara kesenangan dan kesedihan, keduanya merupakan kenikmatan yang diberikan Tuhan atas manusia. Yang menjadikan batasan justrulah karakter pada manusia sehingga menahan kuasa Tuhan atas nikmatnya kepada diri manusia, yaitu ikhlas dan tidak ikhlas..
Keikhlasanlah yang menjadikan melimpahnya kuasa Tuhan ats anugerah nikmatnya kepada manusia. Dan ketidakikhlasn justrulah menahan kuasa Tuha  atas nikmatnya pula. 

Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu #the great solution from Alloh to us

Tidak ada komentar:

Posting Komentar